Sabtu, 26 Mei 2018

PENSKORAN




Kriteria kualitatif skala penskoran skala 1 sampai 10



Contohnya mengenai kepuasan konsumen terhadap layanan perpustakaan di bawah ini. Responden cukup diminta melingkari angka skor sesuai dengan penilaiannya.
1. Kemudahan menemukan koleksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2. Kenyamanan ruangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3. Layanan petugas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Analisisnya bisa menggunakan dua macam, proporsi (persentase) dan mode (terbanyak menilai berapa), dan rerata atau means (rerata skornya berapa), dan termasuk pengkateorian puas atau tidak puas.Jelasnya:Pertama, dihitung banyaknya responden yang memberi nilai pada skor tertentu secara keseluruhan (seluruh butir pernyataan). Lihat yang terbanyak (mode) dari responden memilih pada skor berapa.


Kriteria kualitatif skala penskoran 1 sampai 10


Memang diseyogyakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian yang agak kasar. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam skala 1-10 yang biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam akala 1-100 ini boleh dituliskan dengan 55 dan 64. Nilai dengan menggunakan skala 100 disebut skor T yang bergerak pada interval 0 sampai dengan 100. Nilai dengan menggunakan skala 100 ini didasari oleh nilai z.



Kriteria kuantitatif skala penskoran A sampai E


Selaian menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan huruf A,B,C,D, dan E (ada juga yang menggunakan sampai dengan G tetapi pada umumnya 5 huruf lain). Sebenarnya sebutan “skala” diatas ini ada yang mempersoalkan. Jarak antara huruf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C, atau antara C dan D.
Dalam menggunakan angka dapat dibuktikan dengan gratis bilangan bahwa jarak antara 1 dan 2 sama dengan jarak antara 2 dan 3. Demikian pula jarak antara 3 dan 4, serta antara 4 dan 5.
Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul pikiran untuk menggunakan huruf sebagai alat penilaian. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunkan angka adalah bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan. Siswa A yang memperoleh angka 8 dalam sejarah tidak berarti memiliki kecakapan sebanyak dua kali lipat kecakapan siswa B yang memperoleh angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A tersebut tidaklah mempunyai 8/9 kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi sebenarnya menggunakan angka hanya merupakan simbul yang menunjukkan urutan tingkatan. Siswa A yang memperoleh angka 8 yang memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih rendah jika dibandingkan dengan kecakapan C. jadi dalam tingkatan prestasi sejarah urutan adalah C,A lalu B.
x
x